Lobak merupakan tanaman sayuran umbi. Sekilas bentuknya mirip seperti wortel, hanya saja kulit lobak berwarna putih. Di Indonesia tanaman ini sudah cukup banyak dibudidayakan.
Lobak memiliki rasa yang segar dan sedikit pedas sehingga disukai orang. Tanaman ini masih termasuk tanaman famili Cruciferae seperti kubis dan sawi. Mulanya, sama seperti kubis dan sawi, tanaman ini optimal tumbuh pada dataran tinggi. Namun, dalam perkembangannya, lobak dapat ditanam tidak hanya di dataran tinggi.
Tanaman sayur ini memiliki nama ilmiah Raphanus sativus dan memiliki tiga jenis varian yang berbeda. Ketiganya dibudidayakan dan dapat dikonsumsi. Perbedaan tiga jenis lobak tersebut sebagai berikut.
Pertama, lobak putih. Lobak jenis ini paling sering ditemui dan umum dijual, baik di supermarket maupun pasar tradisional. Lobak jenis ini memiliki nama Latin Raphanus sativus L.var. hartensis Backer.
Ciri lobak ini adalah memiki umbi putih dan bentuk umbi memanjang. Lobak putih dapat dikonsumsi dengan cara dimasak tumis, menjadi soto bandung, salad, sup, sampai keripik sebagai camilan.
Kedua, radis. Nama ilmiah varian ini adalah Raphanus sativus L. var. radicula Pres A. DC. Tanaman ini memiliki umbi bulat, berbeda dari jenis lobak lain. Selain itu, ia memiliki warna kulit kemerahan dan warna umbi merah atau putih.
Radis digunakan sebagai lalap dan paling digemari oleh orang-orang dari daerah asalnya, Cina. Manfaat umbi radis yang masih mentah juga lebih baik daripada umbi yang sudah dimasak, walaupun rasanya lebih pedas. Namun, radis juga bisa diolah menjadi sayur.
Ketiga, lobak hitam. Sama seperti lobak putih, lobak hitam juga memiliki umbi yang memanjang. Hal yang membedakannya dengan lobak putih adalah warna kulit lobak hitam yang cenderung berwarna merah tua sampai hitam.
Tanaman ini memiliki nama ilmiah Raphanus sativus L. var. niger Mirat. Tanaman ini juga dikenal mampu meredakan gejala flu dan batuk. Umbi lobak dapat juga dibuat acar atau asinan asinan dan campuran soto.
Umbi mentah dari ketiga varian tersebut memiliki rasa pedas. Akan tetapi, rasa pedas tersebut berbeda dengan sensasi mengonsumsi cabai karena tidak sampai merangsang selaput (lapisan kendang) telinga.