Idulfitri sendiri ikonik dengan saling memaafkan terhadap sanak keluarga, saudara, maupun kerabat. Namun, tahukah kamu masih banyak lagi makna yang terkandung di dalam perayaan hari raya Idulfitri. Lalu, apa saja ya makna maupun hikmah tersebut? Mari kita ulas satu persatu berikut ini.
1. Idul Fitri sebagai momen untuk menyucikan diri
Merujuk pada pengertian idul fitri itu sendiri, kata ‘Id yang berasal dari akar kata aada-ya uudu berarti kembali, sedangkan arti fitri yang bermakna suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, keburukan. Jadi, Idulfitri dapat diartikan kembali pada keadaan suci atau keterbebasan dari segala dosa sehingga kita dalam kesucian (fitrah).
Kembali kepada fitrah, akan membuahkan sikap seseorang hamba untuk senantiasa memegang teguh agama tauhid yaitu Islam disertai dengan keyakinannya bahwa Allah SWT itu Maha Esa. Sebagaimana dalam surat Ar-Rum ayat 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
2. Bersenang-senang di hari raya
Rasulullah SAW, sendiri sangat mengagungkan hari raya umat Islam ini. Rasulullah mengajurkan untuk memakai pakaian terbaik, berhias, dan masih banyak lagi anjuran lainnya, namun hari raya juga bermakna dengan melakukan kesenangan dalam batas kewajaran.
Hal ini tertulis dalam hadis Rasulullah SAW,
Dari Aisyah bahwa Abu Bakar datang kepadanya, sedangkan bersamanya ada dua pelayan perempuan pada hari-hari Mina (hari raya) dan mereka berdua bernyanyi dan memukul rebana sedangkan Rasulullah SAW mendiamkannya. Kemudian Abu Bakar membentak keduanya, lalu Rasulullah mencegahnya dan berkata kepadanya: “Tinggalkanlah keduanya wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari-hari ‘Id. Aisyah berkata: “Aku melihat Rasulullah SAW menutupiku dengan pakaiannya ketika aku melihat orang habsyi bermain-main.” (HR. Muslim)
Rasulullah SAW, sesaat momen idul fitri juga menemani Aisyah mengunjungi sebuah pertunjukan aktraksi, dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Bukhari, dan Muslim, Aisyah menjengukkan (memunculkan) kepala di atas bahu Rasulullah sehingga beliau bisa menyaksikan permainan itu dengan puas dan kegirangan.
3. Guna mempererat persaudaraan
Untuk memperkukuh tali kekerabatan, pada era kekinian sangatlah mudah untuk kita tetap melaksanakan silaturahim yaitu bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Tak hanya saling merekatkan hubungan antar saudara, tetapi silaturahim juga banyak mengandung faedah, diantaranya yaitu dijelaskan dalam beberapa hadis berikut ini.
- Tak akan masuk surga, orang yang memutus tali silaturahim.
Dari Jubair Ibn Muth’im ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga, yaitu orang yang memutus tali silaturahim.” (Muttafaq Alaih)
- Diluaskan rezekinya bagi mereka yang gemar menyambung tali silaturahim.
Dari Abu Hurairah ra. dia berkata: saya mendengar Rasulullah bersabda: “Barang siapa ingin dibentangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan ajalnya hendaknya ia menyambung tali silaturahim.” (HR. Bukhari)
- Dengan adanya silaturahim, maka hubungan sesama manusia menjadi lebih baik, dengan tetap senantiasa menebarkan kebaikan, karena bernilai sedekah.
Dari Jabir bin Abdullah ra. dari Nabi SAW beliau bersabda: “Setiap perbuatan baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari)
Dari ketiga hadis di atas, betapa menunjukkan begitu banyak kebaikan yang akan kita peroleh, jika tetap senantiasa menjaga dan merawat persaudaran kita terhadap sesama.
4. Saling membagikan hadiah dan makan bersama
Tak hanya membagikan hadiah kepada sanak saudara saja, tetapi juga berbagi kepada mereka yang membutuhkan seperti kaum fakir, miskin dan dhuafa supaya mereka semuanya dapat merasakan indah dan berkahnya kebahagiaan yang terselip di hari fitri ini.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW beliau bersabda, “Salinglah kalian memberikan hadiah niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Bukhari)
Memberi hadiah sudah, lalu idul fitri juga sebagai momen untuk makan-makan bersama, maka dari itu Rasulullah SAW, melarang kita untuk berpuasa pada hari raya idul fitri dan juga saat idul adha. Hal ini tertuang dalam hadis sebagaimana berikut.
Dari Abu Ubaid dia berkata: Aku menghadiri ‘Id bersama Umar, kemudian beliau memulai shalat sebelum khotbah, kemudian berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang puasa di dua hari ini. Adapun hari Adha adalah hari kalian makan daging sembelihan kalian, dan hari fitri adalah hari kalian makan-makan setelah kalian puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majjah, Tirmidzi, Bukhari, dan Ahmad, berkata Al-Bani: Sahih)
5. Balaslah kejahatan itu dengan suatu kebaikan
Berpangku pada surat An-Nisa ayat 149 yang berbunyi, “Jika kamu melahirkan suatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain). Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” Dan juga di dalam surat Asy-Syuura ayat 43 bahwasannya, “Barang siapa yang sabar dan mengampuni, itulah kebajikan yang paling utama.”
Kejahatan memang secara logika pantasnya dibalas dengan kejahatan pula, akan tetapi memaafkannya merupakan perbuatan yang sangat mulia. Tak usahlah kita membalasnya, biar Allah SWT kelak nanti yang akan memberikan pelajaran padanya. Hal ini tak lain dilakukan, agar hati kita terasa lapang dan senantiasa merasa damai.
Mengutip buku “Dakwah Cerdas: Ramadhan, Idul Fitri, Walimatul Hajj dan Idul Adha” karangan Dra. Udji Asiyah, M.Si disebutkan: Suatu ketika, Abu Bakar pernah dicaci maki oleh seseorang, awalnya beliau diam saja, namun karena terlalu begitu keterlaluan Abu Bakar membalas ucapan orang tersebut. Rasulullah langsung pergi meninggalkan Abu Bakar, beliau merasa kaget, lalu mengejar Nabi Muhammad dan bertanya, “Mengapa pergi ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Bila kamu diam atas cacian orang, maka malaikatlah yang akan menjawabnya. Tetapi waktu itu kamu menjawabnya, maka setanlah yang telah melakukannya.”
Rasullulah melanjutkannya tausiahnya lagi, “Ada tiga hal yang sifatnya pasti: (1) orang teraniaya, akan dimuliakan oleh Allah, (2) yang memberi, akan ditambah pemilikannya oleh Allah, dan (3) orang yang mencoba meminta untuk memperoleh lebih banyak, maka yang ada padanya akan dikurangi oleh Allah.”
Dengan adanya momentum hari raya ini, semoga kita kembali kepada fitrah dan menang melawan hawa nafsu. Sungguh, ampunan dan rahmat-Nya begitu luas untuk para hambanya sekalian.
Sebagai penutup dari artikel ini, ada pepatah Arab yang patut menjadi renungan kita bersama, yaitu: “Hari raya bukan milik orang yang berpakaian baru, akan tetapi hari raya adalah milik orang yang ketakwaannya bertambah dan kian jauh dari kemaksiatan.”
Semoga menjadi pelajaran untuk kita semua, ya!