Nilai tukar rupiah diproyeksi bisa makin jatuh ke level Rp 16.800 per dollar Amerika Serikat (AS). Bila tidak ada intervensi, bukan tidak mungkin rupiah bakal terjerembab lebih dalam.
Pengamat mata uang dan komoditas Lukman Leong mengatakan, pasar nilai tukar dalam jangka menengah ini masih penuh ketidakpastian terutama dari Amerika Serikat.
Imbasnya, penguatan dollar AS telah menyebabkan sekeranjang mata uang terkoreksi, termasuk rupiah.
Lukman menjelaskan, tangguhnya dolar AS seiring pernyataan hawkish dari pejabat-pejabat the Fed terutama dari Jerome Powell selaku ketua dalam pertemuan FOMC, Rabu (12/6/2024) pekan lalu.
Sikap hawkish ini kembali diulangi oleh kepala the Fed Philadelpia, Harker, malam tadi yang mengatakan bahwa kemungkinan mereka hanya akan menurunkan suku bunga sekali sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan Desember.
Dari internal, fundamental rupiah juga makin goyah karena memang masih ada kekhawatiran dari data-data seperti ekspor impor dan penjualan ritel yang menunjukkan pelemahan permintaan, baik domestik maupun regional.
Ditambah lagi, sentimen risk-off di pasar ekuitas Indonesia ikut melemahkan mata uang garuda.
“Apabila tidak ada perubahan pada sikap pejabat-pejabat the Fed, rupiah bisa melemah hingga Rp16.800 per dolar AS,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (18/6/2024).
Namun demikian, Lukman berharap bahwa keadaan akan semakin membaik seiring data ekonomi terutama inflasi AS telah menunjukkan moderasi ke level 3,3 persen secara tahunan pada Mei 2024.
Bank Indonesia (BI) juga diharapkan terus memantau perkembangan rupiah yang tidak menutup kemungkinan untuk kembali mengerek suku bunga apabila diperlukan. Adapun bank sentral akan melakukan pertemuan pada 19 sampai 20 Juni 2024.
“Saya melihat penguatan dolar AS dan nada hawkish para pejabat the Fed kemungkinan tidak akan berkelanjutan. Namun hal ini tidaklah mutlak. Dengan perkembangan terbaru ini, rupiah idealnya berkisar Rp 16.300 sampai Rp 16.600 per dollar Amerika,” imbuh Lukman.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, pelemahan rupiah akhir-akhir ini akan berpengaruh bagi cadangan devisa dan ekspor impor Indonesia diperkirakan akan sedikit mengalami penurunan. Terdekat, BI akan merilis data neraca perdagangan ekspor impor pada Rabu (19/6/2024).
Kalau sudah begitu, Ibrahim bilang, cadangan devisa yang berpotensi tergerus kemungkinan akan mendorong Bank Indonesia untuk mengerek suku bunga acuan di pertemuan pekan depan, 19 sampai 20 Juni 2024.
Menurutnya, BI dinilai masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga hingga batas atas ke 6,75 persen dari posisi saat ini 6,25 persen.
“Bank indonesia dalam pertemuan di bulan Juni kemungkinan besar akan menaikan suku bunga 25 bps,” tutur Ibrahim kepada Kontan.co.id, Jumat lalu.
Di samping itu, Ibrahim melihat, rupiah berpotensi kembali melemah pekan ini karena akan dipengaruhi oleh potensi tindakan balasan dari China terhadap Uni Eropa dan Amerika terkait pengenaan tarif tinggi pada sektor kendaraan listrik.
Kekisruhan antara tiga negara perekonomian terbesar ini dipandang akan mengguncang perekonomian global.
Ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak yang akan bertranslasi pada tingkat inflasi. Sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan.
Menurut Ibrahim, rupiah mungkin akan bergerak dalam rentang Rp 16.450 per dollar AS sampai Rp 16.500 per dollar AS di pekan ini.
sumber: kompas.com