Salah satu legenda kuliner Tanah Air telah berpulang. Biyem Setyo Utomo, atau yang lebih akrab disapa Mbah Lindu, menghembuskan napas terakhirnya pada hari Minggu, 12 Juli 2020, sekitar pukul 18.00 WIB.
Mbah Lindu meninggal di usianya yang genap 1 abad atau 100 tahun, dan meninggalkan 3 orang anak dan 6 cucu. Mbah Lindu dimakamkan pada hari Senin, 13 Juli 2020 di Pemakaman Klebengan, Yogyakarta.
Berikut 3 fakta tentang perjalanan gudeg legendaris Mbah Lindu hingga sekarang ini.
Sudah 87 tahun berjualan gudeg
Hampir sepanjang masa hidupnya, Mbah Lindu mengabdikan dirinya sebagai pedagang gudeg. Hingga usianya menginjak angka 100 tahun, Mbah Lindu hanya mengisi kesehariannya dengan memasak dan berjualan gudeg. Ya, Mbah Lindu memang sangat gigih dalam melestarikan masakan khas Yogyakarta tersebut.
Dulu, bahkan ia sempat menjajakan gudegnya dengan berjalan kaki dari rumahnya di kawasan Klebengan, Sleman, hingga kawasan Kaliurang. Bahkan, Mbah Lindu juga menyampaikan bahwa ia mulai berjualan sejak ia masih berusia 13 tahun.
Kala itu masih zaman penjajahan Jepang, dan ia pun ingat bahwa sempat mengalami transaksi dengan menggunakan uang benggol dan sen sebagai alat tukar dengan gudeg yang ia jajakan.
Namun, karena lokasinya yang terlalu jauh, akhirnya ia hanya menjajakan gudegnya dari Klebengan menuju Sosrowijan. Ia berangkat dari pukul 04.00 WIB dan berjalan kaki sejauh 5 kilometer sampai Sosrowijan.
Hingga saat ini, letak lapak gudeg Mbah Lindu tak pernah berubah, yakni di pos ronda depan Hotel Grage Ramayana, Sosrowijan, sekitar 300 meter saja dari kawasan Jalan Malioboro. Gudeg Mbah Lindu buka dari pukul 5 pagi hingga 10 pagi. Namun, seringkali sebelum jam 10 pagi gudegnya sudah laris terjual. Kalau pun belum, lauk gudegnya pasti banyak yang sudah habis.
Mbah Lindu jarang sekali absen berjualan gudeg selama 87 tahun tersebut. Bahkan ada warga yang bilang jika tak pernah sekalipun melihat Mbah Lindu tak berjualan di lapaknya. Mbah Lindu selalu terlihat berjualan dengan anaknya yang bernama Ratiyah. Baru sejak sekitar 2 hingga 3 tahun ke belakang ini Mbah Lindu sudah tak ikut berjualan karena sudah sepuh.
Tak pernah mengganti resep
Saat diwawancara di acara Maestro Indonesia di kanal RTV, Mbah Lindu mengaku bahwa ia mempelajari resep gudeg dari mendiang ibunya. Hingga kini, ia pun masih mempertahankan dan tak pernah mengganti resep asli tersebut untuk gudeg yang ia jajakan sehari-hari. Ia juga sudah menurunkan resep gudeg legendarisnya ke anaknya Ratiyah, yang selalu membantunya berjualan.
Mbah Lindu menceritakan seluk beluk perjuangannya sebagai penjual gudeg jalanan. Setelah berjualan pada pagi harinya, setiap harinya Mbah Lindu dan Ratiyah memasak gudeg dari siang hingga malam. Mereka masih memakai peralatan tradisional untuk memasak gudegnya, termasuk kompor yang masih menggunakan kayu bakar.
Gudeg Mbah Lindu pun didiamkan semalaman agar semua bumbu dan rempahnya meresap, sehingga gudegnya terasa lebih legit, gurih, dan kaya akan rempah. Itu sebabnya, gudeg Mbah Lindu sangat enak dan laris oleh para pemburu sarapan dari seluruh Kota Yogyakarta maupun turis yang sedang berlibur di Kota Pelajar tersebut.
Hanya bisa memasak gudeg saja
Terkenal dengan olahan gudegnya yang menggugah selera, ternyata Mbah Lindu mengaku hanya bisa memasak sajian gudeg saja. “Bisanya cuma gudeg saja, lain-lain enggak bisa,” tutur Mbah Lindu dengan polos dan lugunya, masih dalam wawancara acara Maestro Indonesia.
Itu juga yang menjadi alasan mengapa Mbah Lindu memilih untuk berjualan gudeg yang merupakan makanan khas Yogyakarta. Padahal, sudah sejak lama Mbah Lindu punya hobi memasak. Namun, karena hampir seluruh hidupnya membuat gudeg, ia pun jadi tak percaya diri memasak sajian masakan lainnya apalagi jika harus menjualnya.